RUBRIK CANG PANAH, HARIAN ACEH (23/3)
SUATU ketika Dek Yong yang baru saja pulang dari Banda duduk di warung kopi gampongnya untuk bertemu dengan kawan lamanya, yaitu Dek Gam. Dek Yong yang sudah lama merantau ke Banda, ia sudah begitu lama berpisah dengan kawan akrabnya dari kecil semenjak tamat dari SMA. Dek Yong merantau ke Banda untuk melanjutkan kuliah, sedangkan Dek Gammemutuskan menetap di kampung dan bekerja, ia tidak sanggup melanjutkan kuliah karena orangtuanya tidak sanggup membiayainya kuliah.
Dek Yong dan Dek Gam saling melepaskan kangen, mereka bercerita tentang masa lalu. Kadang-kadang mereka mengeluarkan tawa ketika mengenang kembali masa lalu ketika mereka dipukul oleh tuangku (sebutan guru pengajian di kampungnya) dengan rotan karena tidak bisa berpidato hingga kaki mereka merah-merah.
”hai Yong, kalo saja kita tidak dipukul sama tuangku dulu, pasti kita tidak bisa berpidato sampai sekarang dan kau juga” ungkap Dek Gam sambil melepaskan tawa.
“Betol Gam seperti apa yang kau bilang, tidak seperti pengajian yang kulihat di Banda, disana murid-murid sangat manja. Kalaupun ada ustadz yang pukul murid, maka ustadz itu akan masuk penjara karena dituduh melanggar HAM anak” kata Dek Yong menceritakan kisah Banda.
Dek Gam tercengang mendengar cerita Dek Yong. Karena di kampungnya jika guru memukul muridnya karena tidak menghafal, menyiapkan tugas, dan kesalahan lainnya merupakan hal yang wajar, sedangkan di Banda mencubit murid saja tidak boleh seperti yang diceritakan Dek Yong.
Setelah sedikit mengenang masa lalu, Dek Gam menceritakan sesuatu hal yang baru kepada Dek Gam, “hai Yong, tau gak kamu asal-muasal sungai Nil itu?” Dek Yong menggelengkan kepala.”bodoh kau Yong, jauh-jauh menuntut ilmu ke Banda ternyata tidak tahu apa-apa. Asal kamu tau Yong, dulu suatu ketika ada pedang sayyidina Ali sahabat nabi pernah menancapkan pedang ke tanah, kemudian ditantang orang-orang untuk mencabutnya, tidak ada satupun yang sanggup karena sangat kuat tertancap ke tanah. Karena tidak ada satupun yang sanggup kemudian Ali mencabutnya sendiri. Ternyata Yong, setelah dicabut, tanah tempat ditancapkan pedang itu berhamburan hingga keluarlah air yang sangat banyak dari dalam tanah hingga terbentuklah sebuah sungai. Itulah asal-muasal sungai Nil Yong” kata Dek Gam pada Dek Yong.
Dek Yong terkejut, ia merasa keliru dengan apa yang dikatakan Dek Gam, “hai Gam, bukankah nabi Musa dulu dihanyutkan di sungai Nil?” Emang iya Yong, mang napa?” tanya Dek Gam. “mana duluan lahir nabi Musa dengan Sayyidina Ali?” tanya Dek Yong lagi pada Dek Gam. “ya duluan nabi Musa lah, ah kau Yong,” jawab siGam dengan enteng.“jadi jika duluan nabi Musa lahir mana mungkin sungai Nil muncul masa Ali, apa kau tidak pikir Gam? Darimana kau dapat cerita bohong ini Gam?”
“Hai Yong, kamu jangan coba-coba membantah cerita ini. Ini cerita aku dapat dari orang-orangtua di kampung kita yang di dapat dari kitab. Kamu ini Yong, mentang-mentang dah ke Banda dah mulai nyebarin ajaran sesat ya” kata Dek Gam dengan wajah memerah karena marah pada Dek Yong yang membantah ceritanya. Karena marah Dek Gam memukul meja hingga kopi pancong yang belum habis diminumnya tumpah di meja lalu ia hengkang dari warung kopi itu tanpa ingat untuk membayar harga kopi.
Dek Yong terkejut dan heran, kenapa Dek Yong marah dan begitu egois, padahal benar apa yang ia katakan. Dek Yong berpikir beginilah orang kampung yang taklid buta, percaya pada bualan bohong warung kopi tanpa memikirkan kebenarannya. Dek Yong teringat kata seorang penulis terkenal ketika ia mengikuti sebuah seminar di Banda, di Jawa dongeng menjadi sejarah, sedangkan di Aceh sejarah menjadi dongeng.[]
No comments:
Post a Comment