Dulu, Bang Tumpul adalah seorang aktivis ketika masih duduk di bangku perkuliahan. Ia bergabung dengan berbagai organisasi, ia adalah aktivis kampus yang sangat vokal dan kritis. Berbagai demo telah ia ikuti, tak jarang Bang Tumpul selalu tampil sebagai orator yang mengeluarkan suara lantang untuk menyuarakan aspirasi rakyat dan masyarakat.
Bang Tumpul dikenal oleh berbagai kalangan mulai dari mahasiswa, masyarakat, LSM, dan kalangan lainnya. Tak ketinggalan kalangan para pejabat sangat sering membicarakannya, bukan karena kekanguman tetapi karena Bang Tumpul Sering mengkritisi orang-orang yang duduk di kursi dewan tersebut yang membuat para pejabat geram padanya. Bang tumpul juga ambil bagian dalam aksi Reformasi yang berhasil menggulingkan presiden yang dikenal korup saat itu.
“Reformasi, Reformasi, ayo kita gulingkan presiden!!” itulah suara lantang Bang Tumpul yang sering memimpin aksi menentang pemerintahan. Karena keaktifannya dalam berbagai organisasi, Bang Tumpul menyandang status sebagai mahasiswa S1 selama tujuh, ia harus menjalani empatbelas semester yang seharusnya delapan semester karena disibukkan dengan aksi menentang pemerintahan hingga jadwal kuliah sering ditinggalkan.
Dulu Bang Tumpul sering mengkritisi, namun kini ia dikritisi. Sekarang Bang Tumpul telah terjun ke dunia politik. Dia bergabung dengan sebuah partai politik yang sedang naik daun saat ini, yaitu Partai Boh Panah. Partai Boh Panah-lah yang telah membesarkan ia hingga sekarang mampu duduk di kursi DPR. Bang Tumpul duduk di kursi yang pernah ia benci.
Anggota DPR saat ini sudah banyak meulanggeh. Tidak memperdulikan lagi kepentingan rakyat. Sibuk menghabiskan uang negara dengan dalih studi banding keluar negeri, namun tidak membawa pulang hasil apa-apa, mereka cuma berfoya-foya, termasuk juga Bang Tumpul.
Mahasiswa tidak tinggal diam, berbagai aksi dilakukan. Demo besar-besaran dilakukan di setiap kota negeri ini. Para mahasiswa menyuarakan kekecewaan mereka. Tidak ketinggalan kantor DPR pun di demo. Suasana di seluruh negeri menjadi panas. Kejadiaan ini memutar memori Bang Tumpul pada masa lalunya, ia juga melakukan hal yang sama.
Suatu hari sebuah televisi swasta mengadakan acara dialog tentang fenomena ini. Dalam dialog ini diundang para anggota DPR dan mahasiswa. Dari kalangan anggota DPR diutus Bang Tumpul sebagai pembicara utama karena memang beliau seorang yang vokal dalam berbicara dan pernah jadi aktivis. Sedangkan dari kalangan mahasiswa diutus sebagai pembicara utama adalah Dek Yong, alasan Dek Yong dipilih sebgai pembicara utama karena ia aktivis mahasiswa yang aktif dan vokal, kemampuannya bisa juga disamakan dengan Bang Tumpul dimasa mudanya.
Dialog berlangsung panas berapi-api. Mahasiswa dengan semangatnya memprotes para anggota DPR. Sedangkan anggota DPR berusaha mengeluarkan beribu alasan-alasan untuk membela diri.
“wahai bapak-bapak yang duduk di kursi mewah, kalian harus sadar diri, kalian dipilih oleh rakyat, tapi kenapa kalian sekarang menyiksa rakyat. Ini merupakan peringatan terakhir bagi kalian dari kami, jangan sampai kami melakukan reformasi yang kedua” ancam Dek Yong dengan semangatnya yang disambut tepuk tangan dan teriakan semua mahasiswa yang hadir di ruangan studio televisi itu.
Bang Tumpul merasa panas telinga mendengar ancaman dari Dek Yong. Lalu ia bangkit dari kursi kemudian mengambil mikrofon, dengan penuh amarah Bang Tumpul angkat bicara.
“Hai kalian adik-adik mahasiswa, kalian jangan enak ngomong aja, ya. Kami juga sudah pernah jadi mahasiswa. Saya dulu juga aktivis, bahkan saya juga ikut menggulingkan presiden, saya sudah pernah ikut aksi reformasi. Sedangkan kalian belum pernah merasakan duduk di kursi dewan seperti kami. Coba kalian nanti duduk di kursi dewan, kalian juga seperti kami, jadi jangan asal maen ancam!” para mahasiswa semua terdiam mendengar perkataan Bang Tumpul, semula studio riuh dengan teriakan mahasiswa, sekarang menjadi senyap dan sunyi, semua terdiam. Termasuk juga Dek Yong, suara kritisnya tidak keluar lagi. Dalam hati iya berkata,“Iya juga ya apa yang dikatakan Bang Tumpul.”[]
Telah dimuat di rubrik Cang Panah, Harian Aceh, 3 April 2011
No comments:
Post a Comment