Wednesday, December 19, 2012

Afrizal dan Suara yang Hilang



Afrizal duduk tepat disebelah kiri saya, malam itu saya bersama kawan satu jurusan di perkuliahan  tersebut telah sepakat untuk ngopi bareng di warkop Cekwan yang dulunya bernama Atjeh Kupi. Perihal perubahan nama warkop itu saya tidak tahu, yang pastinya pada malam itu, 2 Oktober 2012, kami memilih nongkrong di warkop yang terletak tepat di depan SPBU Lamnyong tersebut. 

“Kah peu ie kajep?” tanya Afrizal padaku. “Susu hangat, mantong?” jawabku. “Ok, Bang, susu hangat dua, beh!” teriak Afrizal kepada seorang pelayan, ternyata ia juga memesan minuman yang sama. Secara bersamaan, kami kompak membuka laptop masing-masing, setelah minuman siap disediakan, kami menyankan pasword wi-fi untuk bisa berselancar di dunia.


Sambil menikmati susu hangat dan berselancar di dunia maya, saya mengobrol ringan dengannya. Kemudian aku mengarahkan obrolan kepada masa lalu. Ya, aku bertanya tentang dia sebelum aku bertemu denganku di ruang perkuliahan hingga kami bersahabat.
Lelaki berkulit hitam manis ini ternyata mempunyai suara indah, ia merupakan seorang Qori yang punya segudang prestasi. Betapa tidak, pada tahun 2001 ia meraih juara 1 lomba azan se-kabupaten Aceh Barat, juara 2 MTQ se-kabupaten Aceh Barat, dan banyak prestasi lainnya yang tak bisa lagi ia sebutkan. “Pokoknya banyak lah,” ucapnya sambil mengerutkan kening.

Lelaki dari pasangan M. Dahlan dan Kamilah ini mulai tertarik menggeluti ilmu tilawatil quran ini sejak duduk di kelas 3 Madrasan Ibtidaiyah (MI). “Karena sering mendengar ngaji Qori-qori di daerah saya, akhirnya saya pengen seperti mereka,” ungkap Pria yang merupakan Alumnus MAN Suak Timah, Aceh Barat. Kemudian ia mengungkapkan keinginannya kepada orang tua, dan keinginannya pun diamini hingga suatu hari Afrizal diantar oleh orang tuanya kepada Teungku Abi Paseh yang memang terkenal ahli dalam tilawatil quran di daerahnya. Sejak itu lah pria kelahiran 15 April 1991 ini mulai mengolah suaranya.

Pertama kali mengikuti pengajian bersama Tgk Abi Paseh, Afrizal mengaku malu-malu. “Karna baru pertama kali, juga pengajiannya ada perempuan,”  ungkap lelaki yangsering memakai baju kaos berkerah ini sambil tersenyum.

Butuh waktu lama untuk Afrizal mendalami ilmu ini. Setiap pulang sekolah, tepatnya pada pukul 2 siang ia langsung bergegas menuju rumah Teungku Abi Paseh, pengajian baru selesai pukul 4 sore. Hal ini dialkukan setiap hari kecuali minggu.

Hingga waktu satu tahun ia baru benar-benar mengusai keseluruhan ilmu tilawatil quran, saat itu suara merdunya sudah bisa dikombinasi dengan irama tilawatil quran hingga bacaan qurannya menjadi indah. Saat itulah Afrizal mulai memberanikan diri untuk ikut berbagai lomba di bidang ini.

Keinginannya saat itu telah tercapai, cita-cita menjadi seorang qori sudah kesampaian. Namun hal itu tidak membuat ia langsung puas. Afrizal masih tetap belajar pada Teungku Abi Paseh. “Walau sudah bisa, saya masih tetap belajar untuk memerdalam saja,” ungkap pria bertubuh gempal ini. Ia tetap belajar hingga kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah.

Karena keahliannya ini, Afrizal pernah diminta untuk mengajar anak-anak kampungnya di mesjid. Ia menerima tawaran itu. “hal ini berguna supaya ilmu yang sudah ada tidak hilang,” ungkapnya. Ia mengajar di mesjid tersebut hingga bertahun-tahun, ia berhenti ketika harus hijrah ke Banda Aceh untuk melanjutkan studi ke IAIN Ar-Raniry di fakultas Dakwah, Jurusan Jurnalistik.

Sayangnya, Selama mengeluti dunia perkuliahan, Afrizal tidak lagi menggeluti dunia tilawatil quran.”Sekarang tidak seperti dulu lagi, suara sudah kurang dan nafas tidak teratur lagi,” ucap Afrizal dengan suara datar.

Walau suara tak semerdu dulu dan irama tak seindah dulu lagi, namun Afrizal tetap ingin mengamalkan ilmu al-Qur`an tersebut, beberapa hari yang lalu ia lulus tes menjadi guru ngaji di TPQ Plus Mesjid Raya Baiturrahman.


tag:
feature profil
iain ar-raniry
fakultas dakwah iain ar-raniry
jurusan jlk
jurusan kpi iain

No comments:

Post a Comment