Afrizal duduk tepat disebelah kiri saya, malam itu saya bersama kawan satu
jurusan di perkuliahan tersebut telah
sepakat untuk ngopi bareng di warkop Cekwan yang dulunya bernama Atjeh Kupi.
Perihal perubahan nama warkop itu saya tidak tahu, yang pastinya pada malam
itu, 2 Oktober 2012, kami memilih nongkrong di warkop yang terletak tepat di
depan SPBU Lamnyong tersebut.
“Kah peu ie kajep?” tanya Afrizal padaku.
“Susu hangat, mantong?” jawabku. “Ok, Bang, susu hangat dua, beh!” teriak
Afrizal kepada seorang pelayan, ternyata ia juga memesan minuman yang sama. Secara
bersamaan, kami kompak membuka laptop masing-masing, setelah minuman siap
disediakan, kami menyankan pasword wi-fi untuk bisa berselancar di dunia.
Sambil menikmati susu hangat dan
berselancar di dunia maya, saya mengobrol ringan dengannya. Kemudian aku
mengarahkan obrolan kepada masa lalu. Ya, aku bertanya tentang dia sebelum aku
bertemu denganku di ruang perkuliahan hingga kami bersahabat.
Lelaki berkulit hitam manis ini ternyata
mempunyai suara indah, ia merupakan seorang Qori yang punya segudang prestasi.
Betapa tidak, pada tahun 2001 ia meraih juara 1 lomba azan se-kabupaten Aceh
Barat, juara 2 MTQ se-kabupaten Aceh Barat, dan banyak prestasi lainnya yang
tak bisa lagi ia sebutkan. “Pokoknya banyak lah,” ucapnya sambil mengerutkan
kening.
Lelaki dari pasangan M. Dahlan dan
Kamilah ini mulai tertarik menggeluti ilmu tilawatil quran ini sejak duduk di
kelas 3 Madrasan Ibtidaiyah (MI). “Karena sering mendengar ngaji Qori-qori di
daerah saya, akhirnya saya pengen seperti mereka,” ungkap Pria yang merupakan
Alumnus MAN Suak Timah, Aceh Barat. Kemudian ia mengungkapkan keinginannya
kepada orang tua, dan keinginannya pun diamini hingga suatu hari Afrizal diantar
oleh orang tuanya kepada Teungku Abi Paseh yang memang terkenal ahli dalam
tilawatil quran di daerahnya. Sejak itu lah pria kelahiran 15 April 1991 ini
mulai mengolah suaranya.
Pertama kali mengikuti pengajian bersama
Tgk Abi Paseh, Afrizal mengaku malu-malu. “Karna baru pertama kali, juga
pengajiannya ada perempuan,” ungkap
lelaki yangsering memakai baju kaos berkerah ini sambil tersenyum.
Butuh waktu lama untuk Afrizal mendalami
ilmu ini. Setiap pulang sekolah, tepatnya pada pukul 2 siang ia langsung
bergegas menuju rumah Teungku Abi Paseh, pengajian baru selesai pukul 4 sore.
Hal ini dialkukan setiap hari kecuali minggu.
Hingga waktu satu tahun ia baru
benar-benar mengusai keseluruhan ilmu tilawatil quran, saat itu suara merdunya
sudah bisa dikombinasi dengan irama tilawatil quran hingga bacaan qurannya
menjadi indah. Saat itulah Afrizal mulai memberanikan diri untuk ikut berbagai
lomba di bidang ini.
Keinginannya saat itu telah tercapai,
cita-cita menjadi seorang qori sudah kesampaian. Namun hal itu tidak membuat ia
langsung puas. Afrizal masih tetap belajar pada Teungku Abi Paseh. “Walau sudah
bisa, saya masih tetap belajar untuk memerdalam saja,” ungkap pria bertubuh
gempal ini. Ia tetap belajar hingga kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah.
Karena keahliannya ini, Afrizal pernah
diminta untuk mengajar anak-anak kampungnya di mesjid. Ia menerima tawaran itu.
“hal ini berguna supaya ilmu yang sudah ada tidak hilang,” ungkapnya. Ia
mengajar di mesjid tersebut hingga bertahun-tahun, ia berhenti ketika harus hijrah
ke Banda Aceh untuk melanjutkan studi ke IAIN Ar-Raniry di fakultas Dakwah,
Jurusan Jurnalistik.
Sayangnya, Selama mengeluti dunia
perkuliahan, Afrizal tidak lagi menggeluti dunia tilawatil quran.”Sekarang
tidak seperti dulu lagi, suara sudah kurang dan nafas tidak teratur lagi,” ucap
Afrizal dengan suara datar.
Walau suara tak semerdu dulu dan irama
tak seindah dulu lagi, namun Afrizal tetap ingin mengamalkan ilmu al-Qur`an
tersebut, beberapa hari yang lalu ia lulus tes menjadi guru ngaji di TPQ Plus
Mesjid Raya Baiturrahman.
tag:
feature profil
iain ar-raniry
fakultas dakwah iain ar-raniry
jurusan jlk
jurusan kpi iain
No comments:
Post a Comment