30/04/2011 TINGGALKAN SEBUAH KOMENTAR
Dek Yong pernah menanyakan pada ibunya waktu pulang kampung lebaran tahun lalu tentang apa yang sangat diinginkan ibunya, Dek Yong mendapatkan jawaban bahwa yang sangat diinginkan ibunya adalah naik haji. Lalu Dek Yong bercita-cita agar pada suatu hari nanti ia dapat membawa ibunya naik haji untuk membahagiakan ibunya. Dek Yong sangat ingin membahagiakan ibunya, karena setelah ayahnya meninggal biaya kuliah Dek Yong dibiayai oleh ibunya yang diperoleh dari hasil jualan di kampung.
Suatu hari Dek Yong mencurahkan isi hatinya kepada kawan dekatnya, Asbun. “Bun, aku pingin kali bawa ibuku naik haji, tapi kapan aku sanggup ya, biaya naik haji kan mahal?” keluh Dek Yong pada Asbun. “Tenang aja Bun, tak usah capek-capek kau bawa ibumu ke Arab Saudi, kau tinggal bawa saja ibumu ke kampungku, karena sekarang disana sudah bisa naik haji. Kan lebih dekat dan murah, Yong” kata Asbun yang mengejutkan Dek Yong mendengarnya. “Ah kau Bun, macam-macam aja kau, dah bawa ajaran sesat ni.” Balas Dek Yong dengan nada agak sedikit marah.
” Hahaha, bukan aku bawa ajaran sesat Yong, tapi di kampungku sudah ada ajaran yang begitu, mereka tidak naik haji lagi ke Mekah, tapi di kampungku saja” kata Asbun menenangkan Dek Yong. Dengan penuh penasaran Dek Yong menanyakan pada Asbun, “bagaimana ceritanya kok bisa begitu mereka?” lalu Asbun menceritakan dari awal munculnya ajaran ini.
Dulu di kampung Asbun, ada seorang ulama yang terkenal, namanya Abu Ali. Ia merupakan seorang yang berilmu tinggi hingga ia sangat dihormati masyaraktnya hingga semua permasalahan agama dalam masyarakat itu dapat dipecahkannya. Masyarakat sangat fanatik padanya.
Suatu hari Abu Ali membuat manasik haji atau semacam pelatihan naik haji agar masyarakat tahu bagaimana tatacara melakukan haji secara benar. Lalu dibuatlah sebuah replika Kakbah yang dibuat dari sebuah batu besar berwarna hitam. Orang-orang yang mengikuti manasik haji mengelilingi batu hitam tersebut.
Di saat pelatihan haji itu sedang dilaksanakan, tiba-tiba Abu Ali meninggal dunia. Setelah mayat Abu Ali dikuburkan, masyarakat tersebut terus melanjutkan manasik hajinya. Mereka mengelilingi batu besar hitam tersebut tanpa ada lagi pengarahan dari Abu Ali. Hingga lama-kelamaan mereka meyakini bahwa ritual naik haji bisa dilakukan di kampung mereka, bukan ke Mekah.
“begitulah ceritanya Yong” ucap Asbun Menyudahi ceritanya. “oo. Begitu ya. Jadi siapa yang naik haji kesitu dapat gelar apa?” Dek Yong. “Gelarnya Haji Batu Hitam, hahaha” canda Asbun sambil melepaskan tawa.
Rubrik Cang Panah Harian Aceh (29/4)
No comments:
Post a Comment