Monday, August 15, 2011

Jam Karet


CANG PANAH, HARIAN ACEH (21/3/11)
Pagi-pagi jam 7 Dek Yong bersama kawannya Put sudah siap dengan seragam sekolah. Mereka berdua hendak menghadiri undangan acara pelantikan pengurus baru sebuah organisasi pelajar. Dek Yong sebagai wakil Osis dan Put ketuanya mewakili sekolah mereka untuk menghadiri acara tersebut. Lalu datanglah Pak Saleh, guru mereka dengan mengendarai sepeda motor Supra X. Lalu mereka berdua berboncengan dengan Pak Saleh untuk diantar ke tempat acara tersebut.
Jam 7.30 pas mereka sampai di tempat acara tersebut. Dek Yong dan Put turun, sedangkan Pak Saleh langsung pergi setelah mengantarkan mereka berdua. Dek Yong dan Put masuk ruangan. Sesampai di dalam, belum ada satupun undangan yang sudah hadir. Berarti mereka berdualah undangan yang pertama kali sampai. Mereka terheran-heran karena panitia masih mengatur-atur kursi dan sedang mendekorasi pentas. Sedangkan menurut jadwal yang tertulis di undangan, acara akan dimulai jam 8.00 pas. Dek Yong dan Put duduk saja di kursi untuk menunggu acara dimulai.

Jam sudah menunjukkan pukul 8.10, namun acara belum dimulai, para undangan baru ada 10 orang yang hadir, sedangkan panitia masih sibuk merapikan ruangan. “Ah, tidak sesuai jadwal,” gumam Dek Yong pada Put. Lalu Put menjawab, “Inilah yang namanya jam karet.”
Para undangan sudah memenuhi ruangan, jam sudah 9.30 tepat, acara belum dimulai juga. Terlihat panitia mondar-mandir ke sana kemari. Lalu Dek Yong dan Put mendengar salah seorang panitia mengatakan pada panitia yang lain, “Ada yang mau jadi pembaca Quran tidak, untuk acara pembukaan?” Semua panitia menggelengkan kepala, tampaknya susunan acara ini belum lengkap, pembaca Al Quran saja tidak ada.
“Bang, ini kawan saya Dek Yong bisa bang,” sahut Put menunjuk Dek Yong. Maklum, Dek Yong memang bagus suaranya hingga bacaan Al Quran-nya sangat merdu dan pernah menjuarai beberapa ajang MTQ. Sang panitia agaknya sudah sedikit lega karena sudah mendapatkan pembaca Al Quran. Namun panitia itu menanyakan lagi, “Ada yang bisa baca doa penutup nggak?” semua juga menggelengkan kepala.
“Kawan saya Put bisa bang,” sahut Dek Yong sambil menunjuk ke arah Put. Kebetulan Put sering memimpin doa setiap magrib ketika ia menjadi imam salat di masjid. Akhirnya sang panitia sudah cukup lega karena susunan acara tidak cacat lagi.
Dek Yong dan Put saling berbisik-bisik. “Hei Put, gimana sih acara ini, sudah jam karet, lalu undangan jadi panitia?” ujar Dek Yong. “Ah, biasa tu Yong, acara apapun semua pakai jam karet,” jawab Put.
Itu adalah salah satu fenomena jam karet yang dialami Dek Yong. Ketika sudah menduduki bangku kuliah, Dek Yong sering mengikuti seminar-seminar. Semuanya berlaku jam karet. Pernah juga Dek Yong menghadiri seminar aliran sesat, yang diadakan oleh gabungan dari berbagai organisasi Islam dan LSM. Acara ini dihadiri oleh beberapa tokoh penting termasuk tokoh agama. Namun sama saja, acara tertulis jam 8, ternyata jam 11 baru dimulai. Para tokoh dan ulama terlambat hadir. Seharusnya para ulama hadir tepat waktu, ini sangat bertentangan dengan dakwah yang sering mereka gaungkan, al-waqtu kas-saif (waktu bagaikan pedang).
Dek Yong bingung memikirkannya. Ternyata di segala acara berlaku jam karet, baik acara yang diadakan masyarakat biasa, maupun ulama. Semuanya jam karet. “Ah, biarlah semua karet, yang penting aku bukan karet. Aku harus selalu tepat waktu. Ibda` binafsika, mulailah dari dirimu sendiri,” ujar Dek Yong pada dirinya sendiri.[]

No comments:

Post a Comment